PEMASANGAN BENDERA PARTAI DEMOKRAT MENUAI KRITIK
MAS FM, Kota Batu- Selain disambut oleh ratusan siswa SD, kedatangan Presiden SBY ke lokasi pengungsi korban Gunung Kelud di Gor Ganesha Kota Batu dan Kabupaten Malang itu, ternyata juga juga diwarnai pemasangan spanduk bendera partai Demokrat.
Menurut Bambang Dwi Prasetyo, selaku ahli komunikasi politik Universitas Brawijaya (UB) Malang, pemasangan bendera partai berlambang mercy yang dilakukan di sepanjang jalan masuk Kota Batu hingga menuju alun-alun itu, dinilai tidak etis dan dianggap telah merusak system.
“Ya kalau menurut saya, pemasangan bendera itu tidak etis dan merusak system yang ada,” ungkap Bambang Dwi Prasetyo saat diwawancarai, Selasa(18/02/2014).
Selain tidak tepat sasaran, pemasangan spanduk partai tersebut juga tidak sesuai dengan tujuan kedatangan Presiden SBY, yang bertindak sebagai Kepala Negara Republik Indonesia, sehingga lebih tepat jika dilakukan pemasangan bendera kebangsaan.
Bambang Dwi Prasetyo menambahkan, pemasangan bendera Partai Demokrat tersebut, diduga dilakukan sebagai alat kampanye politik menjelang tahun politik, serta sebagai bentuk pencitraan kepada masyarakat.
“Banyaknya bendera democrat itu, bisa saja digunakan sebagai alat kampanye politik dan pencitraan kepada masyarakat,” tegasnya.
Sementara itu selain pemasangan bendera partai, pengecatan tempat pengungsian juga dilakukan, untuk menyambut kedatangan Presiden SBY ke Kota Batu. (DnD)
sumber : http://masfmmalang.com/berita-4221-pemasangan-bendera-partai-demokrat-menuai-kritik.html
Menurut Bambang Dwi Prasetyo, selaku ahli komunikasi politik Universitas Brawijaya (UB) Malang, pemasangan bendera partai berlambang mercy yang dilakukan di sepanjang jalan masuk Kota Batu hingga menuju alun-alun itu, dinilai tidak etis dan dianggap telah merusak system.
“Ya kalau menurut saya, pemasangan bendera itu tidak etis dan merusak system yang ada,” ungkap Bambang Dwi Prasetyo saat diwawancarai, Selasa(18/02/2014).
Selain tidak tepat sasaran, pemasangan spanduk partai tersebut juga tidak sesuai dengan tujuan kedatangan Presiden SBY, yang bertindak sebagai Kepala Negara Republik Indonesia, sehingga lebih tepat jika dilakukan pemasangan bendera kebangsaan.
Bambang Dwi Prasetyo menambahkan, pemasangan bendera Partai Demokrat tersebut, diduga dilakukan sebagai alat kampanye politik menjelang tahun politik, serta sebagai bentuk pencitraan kepada masyarakat.
“Banyaknya bendera democrat itu, bisa saja digunakan sebagai alat kampanye politik dan pencitraan kepada masyarakat,” tegasnya.
Sementara itu selain pemasangan bendera partai, pengecatan tempat pengungsian juga dilakukan, untuk menyambut kedatangan Presiden SBY ke Kota Batu. (DnD)
sumber : http://masfmmalang.com/berita-4221-pemasangan-bendera-partai-demokrat-menuai-kritik.html
Parpol dan KPU Melanggar
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) menemukan banyak pelanggaran pemasangan alat peraga kampanye. Aturan tentang alat peraga kampanye telah diatur dalam PKPU Nomor 15/2013, tetapi seolah tidak berarti karena pihak berwenang lambat menertibkan alat peraga yang tidak sesuai aturan. “Kami menyisir wilayah Bekasi, Manggarai, dan Tebet, menemukan 20 dugaan pelanggaran pemasangan alat peraga dari berbagai caleg,” kata Deputi Direktur Perludem Veri Junaidi dalam konferensi pers di Jakarta, kemarin. Dia mengatakan banyak caleg dan partai melanggar PKPU tentang Alat Peraga seperti memasang baliho, spanduk, papan reklame, dan pamflet di sekolah dan tempat ibadah. Menurutnya, dugaan pelanggaran itu akan dikumpulkan dan dianalisis lalu dilaporkan ke Bawaslu hari ini. “PKPU Nomor 15 Tahun 2013 secara tegas membahas satu partai boleh memasang satu baliho dan caleg tidak boleh. Spanduk diperbolehkan, tapi di zona yang ditentukan,” jelasnya.
Dia mengatakan Perludem mendorong bukan hanya penegakan hukum, melainkan menegakkan etika politik para caleg. Etika itu harus ditegakkan agar kampanye berjalan secara adil dan jujur. “Ini bisa jadi potret di masa depan agar legislatif diisi orang yang taat aturan dan bukan orang yang mengakali regulasi,” tegas Veri. Menurutnya, pengawas pemilu tidak hanya bertugas mencegah, tetapi harus tegas dalam penindakan. Tugas pengawas pemilu ialah mendorong proses kampanye yang jujur. Sementara itu, Divisi Legal KIPP Jakarta, Putrawan, mengaku pihaknya menemukan beragam pelanggaraan pemasangan alat peraga di sejumlah tempat, seperti depan perumahan, gerbang tol, perkampungan, tiang listrik, hingga di pohon.
Dari foto-foto hasil jepretannya, tampak dua poster kampanye caleg yang dipasang di pohon pinang. Foto kedua caleg itu berbagi ruang dengan sebuah poster iklan politik. Ada temuan lain yang menunjukkan tiga poster caleg berbeda yang dipasang vertikal di tiang listrik. “Ada dua yang seperti itu dengan urutan caleg yang sama,” katanya sambil memperlihatkan foto-foto tersebut. Selain dua temuan tersebut, ia juga menemukan spanduk kampanye caleg yang terbentang di perkampungan.
Tidak etis
Selain parpol dan caleg, Perludem juga menyoroti pemasangan alat sosialisasi milik KPU yang secara etika dinilai tidak tepat. Misalnya, yang dipasang di pepohonan. Ia mendapat laporan adanya pemasangan alat peraga KPU di pohon di daerah Tebet dan Kuningan, Jakarta Selatan. Pemasangan alat sosialisasi KPU, kata dia, tidak melanggar aturan, tetapi melanggar etika. “Kalau ingin kampanye tertib dan tidak merusak estetika, KPU juga harus memberi contoh yang baik, tidak memasang di pohon dan taman,” tegas Veri.
Veri meminta KPU menertibkan alat sosialisasi mereka. Ia tidak mempermasalahkan jumlah, tetapi harus memperhatikan etika dan estetika. Pemasangan alat sosialisasi yang sesuai etika dan estetika juga penting agar para peserta pemilu tidak menjadikan itu sebagai alasan melanggar. “Jangan sampai nanti ada yang mengatakan KPU dan partai sama saja, sama-sama melanggar aturan.” Pasal 17 ayat la PKPU No 15/2013 berbunyi, ‘alat peraga kampanye tidak ditempatkan pada tempat ibadah, rumah sakit atau tempat-tempat pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah, lembaga pendidikan, jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik, taman, dan pepohonan’. (P-3)
sumber : http://www.starbrainindonesia.com/berita/media/31162/2/parpol-dan-kpu-melanggar
Dia mengatakan Perludem mendorong bukan hanya penegakan hukum, melainkan menegakkan etika politik para caleg. Etika itu harus ditegakkan agar kampanye berjalan secara adil dan jujur. “Ini bisa jadi potret di masa depan agar legislatif diisi orang yang taat aturan dan bukan orang yang mengakali regulasi,” tegas Veri. Menurutnya, pengawas pemilu tidak hanya bertugas mencegah, tetapi harus tegas dalam penindakan. Tugas pengawas pemilu ialah mendorong proses kampanye yang jujur. Sementara itu, Divisi Legal KIPP Jakarta, Putrawan, mengaku pihaknya menemukan beragam pelanggaraan pemasangan alat peraga di sejumlah tempat, seperti depan perumahan, gerbang tol, perkampungan, tiang listrik, hingga di pohon.
Dari foto-foto hasil jepretannya, tampak dua poster kampanye caleg yang dipasang di pohon pinang. Foto kedua caleg itu berbagi ruang dengan sebuah poster iklan politik. Ada temuan lain yang menunjukkan tiga poster caleg berbeda yang dipasang vertikal di tiang listrik. “Ada dua yang seperti itu dengan urutan caleg yang sama,” katanya sambil memperlihatkan foto-foto tersebut. Selain dua temuan tersebut, ia juga menemukan spanduk kampanye caleg yang terbentang di perkampungan.
Tidak etis
Selain parpol dan caleg, Perludem juga menyoroti pemasangan alat sosialisasi milik KPU yang secara etika dinilai tidak tepat. Misalnya, yang dipasang di pepohonan. Ia mendapat laporan adanya pemasangan alat peraga KPU di pohon di daerah Tebet dan Kuningan, Jakarta Selatan. Pemasangan alat sosialisasi KPU, kata dia, tidak melanggar aturan, tetapi melanggar etika. “Kalau ingin kampanye tertib dan tidak merusak estetika, KPU juga harus memberi contoh yang baik, tidak memasang di pohon dan taman,” tegas Veri.
Veri meminta KPU menertibkan alat sosialisasi mereka. Ia tidak mempermasalahkan jumlah, tetapi harus memperhatikan etika dan estetika. Pemasangan alat sosialisasi yang sesuai etika dan estetika juga penting agar para peserta pemilu tidak menjadikan itu sebagai alasan melanggar. “Jangan sampai nanti ada yang mengatakan KPU dan partai sama saja, sama-sama melanggar aturan.” Pasal 17 ayat la PKPU No 15/2013 berbunyi, ‘alat peraga kampanye tidak ditempatkan pada tempat ibadah, rumah sakit atau tempat-tempat pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah, lembaga pendidikan, jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik, taman, dan pepohonan’. (P-3)
sumber : http://www.starbrainindonesia.com/berita/media/31162/2/parpol-dan-kpu-melanggar
Caleg Nasdem Pasang Foto Jokowi di Balihonya
TEMPO.CO, Jakarta - Erizal Efendi, calon legislatif untuk DPR-RI dari Partai Nasdem dari daerah pemilihan Sumatera Barat, memasang foto Jokowi di Balihonya. Dalam dua baliho berukuran besar yang dipasang di Jalan Raya Padang-Bukittinggi (tepatnya di daerah Duku dan Lubuk Alung) itu terpampang foto Jokowi bersama Ketua umum DPP Partai Nasdem Surya Paloh di sudut kanan dan foto Erizal Efendi di sudut kiri.
Dalam baliho dengan latar biru itu ada lambang partai Nasdem dengan tulisan Gerakan perubahan untuk Indonesia baru. Selain calon anggota legislatif dari Partai Nasdem, calon anggota legislatif dari Partai PDI Perjuangan juga sudah banyak yang memasang foto Jokowi bersama foto mereka di spanduk-spanduk kampanye di pinggir jalan.
Salah satu calon pasangan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padang Desri Ayunda dan James Heliward juga memasang foto Jokowi pada spanduk mereka yang dipasang di posko pemenangan Desri-James di Jalan Sudirman, Padang.
Ketua DPD PDI Perjuangan Sumatera Barat, Alek Indra Luman, mengatakan wajar jika caleg dari PDI Perjuangan memasang foto Jokowi pada spanduk kampanye mereka karena Jokowi populer dan juga kader PDI Perjuangan.
Alek mengatakan, calon memasang foto Jokowi di spanduknya tak masalah selama mereka didukung PDI Perjuangan. Tetapi untuk calon legislatif partai lain yang ukut memasang foto Jokowi di spanduknya menurut Alek Indra Lukman sangat tidak etis.
"Dimana letak etika kita berpolitik, secara lisan kami sudah sampaikan kebneratan dan meminta baliho itu segera diturunkan, secara tertulis juga kami akan menyurati DPD Partai Nasdem, " kata Alek.
Selain itu dalam aturan KPU juga sudah melarang pemasangan baliho kamapanye bagi calon anggota legislatif, KPU hanya membolehkan spanduk dan gambar.
"Sesama partai peserta Pemilu 2014, ada norma-norma dalam kampanye yang harus diikuti, seperti pelarangan pemasangan baliho, KPU harus menindak, jangan sampai saya yang tidak pasang baliho nanti kalah dengan caleg yang melanggar peraturan KPU, " kata Alek.
sumber : http://www.tempo.co/read/news/2014/01/18/078546121/Caleg-Nasdem-Pasang-Foto-Jokowi-di-Balihonya
Dalam baliho dengan latar biru itu ada lambang partai Nasdem dengan tulisan Gerakan perubahan untuk Indonesia baru. Selain calon anggota legislatif dari Partai Nasdem, calon anggota legislatif dari Partai PDI Perjuangan juga sudah banyak yang memasang foto Jokowi bersama foto mereka di spanduk-spanduk kampanye di pinggir jalan.
Salah satu calon pasangan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padang Desri Ayunda dan James Heliward juga memasang foto Jokowi pada spanduk mereka yang dipasang di posko pemenangan Desri-James di Jalan Sudirman, Padang.
Ketua DPD PDI Perjuangan Sumatera Barat, Alek Indra Luman, mengatakan wajar jika caleg dari PDI Perjuangan memasang foto Jokowi pada spanduk kampanye mereka karena Jokowi populer dan juga kader PDI Perjuangan.
Alek mengatakan, calon memasang foto Jokowi di spanduknya tak masalah selama mereka didukung PDI Perjuangan. Tetapi untuk calon legislatif partai lain yang ukut memasang foto Jokowi di spanduknya menurut Alek Indra Lukman sangat tidak etis.
"Dimana letak etika kita berpolitik, secara lisan kami sudah sampaikan kebneratan dan meminta baliho itu segera diturunkan, secara tertulis juga kami akan menyurati DPD Partai Nasdem, " kata Alek.
Selain itu dalam aturan KPU juga sudah melarang pemasangan baliho kamapanye bagi calon anggota legislatif, KPU hanya membolehkan spanduk dan gambar.
"Sesama partai peserta Pemilu 2014, ada norma-norma dalam kampanye yang harus diikuti, seperti pelarangan pemasangan baliho, KPU harus menindak, jangan sampai saya yang tidak pasang baliho nanti kalah dengan caleg yang melanggar peraturan KPU, " kata Alek.
sumber : http://www.tempo.co/read/news/2014/01/18/078546121/Caleg-Nasdem-Pasang-Foto-Jokowi-di-Balihonya
Spanduk dan Bendera Partai Hanura Diangkat Satpol PP,Pemilik Rumah Akan Gugat Bawaslu dan Satpol PP
PEKANBARU,SeRiau – Akibat penertiban yang dinilai melanggar etika oleh Badan Pengawas Pemilu dan Satpol PP terhadap bendera Partai Hanura dan Spanduk di dalam pekarangan warga, maka dalam waktu dekat Bawaslu dan Satpol PP akan didugat sejumlah warga yang merasa dirugikan.
Seperti disampaikan salah seorang ibu rumah tangga Yofi (35) warga Jalan Utama Kelurahan Rejosari Kecamatan Tenayan Raya, simpatisan Partai Hanura merasa dirugikan, karena bendera partai yang dipasangnya di halaman rumah diangkut Satpol PP dan Bawaslu.
“Itu dalam pekarangan saya. Apa hak mereka mengangkat bendera partai yang saya pasang tanpa ada izin, ini daerah privasi saya,” ungkap Yofi.
Sebagai simpatisan, Yofi memasang bendera dan spanduk di pekarangan rumahnya dengan dtiangi bambu dan kayu yang dibuatnya. Namun, dua hari yang lalu Yofi dikagetkan dengan arogansi Satpol PP yang didampingi anggota Bawaslu mengobrak abrik pekarangannya.
“Saya akan pertanyakan ini ke Bawaslu dan Satpol PP. Mereka datang ke rumah tanpa ketuk pintu, mencabut bendera parti tnapa sepengetahuan saya. Tanpa ada surat, anggota Bawaslu pun tak ada ngomong apa-apa,” paparnya.
Meskipun Yofi berusaha mempertahankan bendera partai dan spanduk salah seorang caleg Partai Hanura, namun Satpol PP tetap mengangkat dan mencabut bendera tersebut. “Rumah saya dipagari bambu, itu privasi saya. Bendera dan spanduk saya pasang tidak mengganggu pemandangan, tidak di jalan protokol dan tidak di fasilitas umum, apa aturan yang memperbolehkan mereka mengangkat bendera partai dan baliho ini,” terangnya.
Warga Jalan Utama lainnya Didis, juga mempertanyakan kinerja Satpol PP dan Bawaslu dalam menertibkan APK caleg di lokasi tersebut. Dimana, Bawaslu dan Satpol PP masih tebang pilih. “Kenapa bendera dan spanduk Hanura diturunkan sementara partai lain dibiarkan saja,” ungkapnya.
Di pemukiman ia tinggal, kata Didis, masih banyak APK caleg dari partai lain seperti Nasdem, PA dan lainnya yang masih terpasang namun tidak ditertibkan Bawaslu dan Satpol PP.
“Jangan tebang pilih seperti itu dong, kalau memang ingin ditertibkan, lakukan secara merata. Jangan tebang pilih, kok alat peraga milik Nasdem dan PAN masih terpasang,” tanyanya.
Komisioner Bawaslu Provinsi Riau Rusidi Rusdan, dikonfirmasi mengenai hal ini mengatakan bahwa masyarakat yang merasa dirugikan dengan penertiban APK yang dilakukan Bawaslu, maka silahkan melaporkan ke Bawaslu dengan data yang lengkap.
“Ada buktinya, kapan kejadiannya, jadi gini saja kalau memang merasa dirugikan lapor saja. Kita akan berikan teguran kepada anggota,” ungkap Rusidi, saat dikonfirmasi melalui selulernya.
Ketika ditanyakan penyebab bendera dibongkar, Rusidi menyebut pihaknya tak pernah mencabut bendera partai karena bendera partai dan spanduk diperbolehkan dipasang di rumah spantisan partai.
“Prinsipnya kita hanya mendampingi kawan-kawan Satpol PP, yang bertanggung jawab membersihkan itu Satpol PP, kita hanya merekomendasikan,” paparnya.
Karena spanduk diperbolehkan dan baliho dilarang, Rusidi pun tampak gagap ketika dipertanyakan perbedaan baliho dan spanduk. Karena menurut Rusidi, dalam menertibkannya petugas hanya melihat bentuk, spanduk bentuknya memanjang dan baliho meninggi.
“Asalkan spanduk dan bendera tak masalah, kalau bentuknya baliho akan kita tertibkan sesuai dengan PKPU no. 15/2013, karena ukuran baliho itu tidak ditetapkan, maka kita lihat bentuk saja. Kalau memanjang itu spanduk, meninggi itu baliho,” sebutnya.
Ketika diumpamakan seorang caleg memasang spanduk dengan ukuran yang sama dengan baliho namun dari bahan spanduk dan itu diakui sebagai spanduk, apakah akan tetap ditertibkan Bawaslu, Rusidi pun tak mampu menjelaskannya karena sesuai peraturan tak ada dijelaskan tentang itu.
Pernyataan Rusidi ini berbeda disampaikan Ketua Panwaslu Kota Pekanbaru Budi Candra. Menurutnya, bendera dan spanduk hanya boleh dipasang dipasang di rumah caleg dan di rumah simpatisan tak boleh.
“Kalau di rumah simpatisan boleh maka kotorlah kot kita ini dengan bendera dan spanduk,” jelas Budi.
Budi juga mengakui pihaknya mendampingi Bawaslu dan Satpol PP dalam menertibkan APK pada Senin pekan lalu. Termasuk mengangkat bendera dan spanduk di rumah simpatisan.
“Berbeda tak tahu lah, tapi kita berpedoman pada PKPU nomor 15/2013, bahwa bendera, spanduk, dan umbul-umbul diperbolehkan di rumah caleg, di kantor partai, dan di lokasi acara partai,” paparnya.(acn)
sumber : http://www.seriau.com/2014/01/spanduk-dan-bendera-partai-hanura-diangkat-satpol-pppemilik-rumah-akan-gugat-bawaslu-dan-satpol-pp/
Seperti disampaikan salah seorang ibu rumah tangga Yofi (35) warga Jalan Utama Kelurahan Rejosari Kecamatan Tenayan Raya, simpatisan Partai Hanura merasa dirugikan, karena bendera partai yang dipasangnya di halaman rumah diangkut Satpol PP dan Bawaslu.
“Itu dalam pekarangan saya. Apa hak mereka mengangkat bendera partai yang saya pasang tanpa ada izin, ini daerah privasi saya,” ungkap Yofi.
Sebagai simpatisan, Yofi memasang bendera dan spanduk di pekarangan rumahnya dengan dtiangi bambu dan kayu yang dibuatnya. Namun, dua hari yang lalu Yofi dikagetkan dengan arogansi Satpol PP yang didampingi anggota Bawaslu mengobrak abrik pekarangannya.
“Saya akan pertanyakan ini ke Bawaslu dan Satpol PP. Mereka datang ke rumah tanpa ketuk pintu, mencabut bendera parti tnapa sepengetahuan saya. Tanpa ada surat, anggota Bawaslu pun tak ada ngomong apa-apa,” paparnya.
Meskipun Yofi berusaha mempertahankan bendera partai dan spanduk salah seorang caleg Partai Hanura, namun Satpol PP tetap mengangkat dan mencabut bendera tersebut. “Rumah saya dipagari bambu, itu privasi saya. Bendera dan spanduk saya pasang tidak mengganggu pemandangan, tidak di jalan protokol dan tidak di fasilitas umum, apa aturan yang memperbolehkan mereka mengangkat bendera partai dan baliho ini,” terangnya.
Warga Jalan Utama lainnya Didis, juga mempertanyakan kinerja Satpol PP dan Bawaslu dalam menertibkan APK caleg di lokasi tersebut. Dimana, Bawaslu dan Satpol PP masih tebang pilih. “Kenapa bendera dan spanduk Hanura diturunkan sementara partai lain dibiarkan saja,” ungkapnya.
Di pemukiman ia tinggal, kata Didis, masih banyak APK caleg dari partai lain seperti Nasdem, PA dan lainnya yang masih terpasang namun tidak ditertibkan Bawaslu dan Satpol PP.
“Jangan tebang pilih seperti itu dong, kalau memang ingin ditertibkan, lakukan secara merata. Jangan tebang pilih, kok alat peraga milik Nasdem dan PAN masih terpasang,” tanyanya.
Komisioner Bawaslu Provinsi Riau Rusidi Rusdan, dikonfirmasi mengenai hal ini mengatakan bahwa masyarakat yang merasa dirugikan dengan penertiban APK yang dilakukan Bawaslu, maka silahkan melaporkan ke Bawaslu dengan data yang lengkap.
“Ada buktinya, kapan kejadiannya, jadi gini saja kalau memang merasa dirugikan lapor saja. Kita akan berikan teguran kepada anggota,” ungkap Rusidi, saat dikonfirmasi melalui selulernya.
Ketika ditanyakan penyebab bendera dibongkar, Rusidi menyebut pihaknya tak pernah mencabut bendera partai karena bendera partai dan spanduk diperbolehkan dipasang di rumah spantisan partai.
“Prinsipnya kita hanya mendampingi kawan-kawan Satpol PP, yang bertanggung jawab membersihkan itu Satpol PP, kita hanya merekomendasikan,” paparnya.
Karena spanduk diperbolehkan dan baliho dilarang, Rusidi pun tampak gagap ketika dipertanyakan perbedaan baliho dan spanduk. Karena menurut Rusidi, dalam menertibkannya petugas hanya melihat bentuk, spanduk bentuknya memanjang dan baliho meninggi.
“Asalkan spanduk dan bendera tak masalah, kalau bentuknya baliho akan kita tertibkan sesuai dengan PKPU no. 15/2013, karena ukuran baliho itu tidak ditetapkan, maka kita lihat bentuk saja. Kalau memanjang itu spanduk, meninggi itu baliho,” sebutnya.
Ketika diumpamakan seorang caleg memasang spanduk dengan ukuran yang sama dengan baliho namun dari bahan spanduk dan itu diakui sebagai spanduk, apakah akan tetap ditertibkan Bawaslu, Rusidi pun tak mampu menjelaskannya karena sesuai peraturan tak ada dijelaskan tentang itu.
Pernyataan Rusidi ini berbeda disampaikan Ketua Panwaslu Kota Pekanbaru Budi Candra. Menurutnya, bendera dan spanduk hanya boleh dipasang dipasang di rumah caleg dan di rumah simpatisan tak boleh.
“Kalau di rumah simpatisan boleh maka kotorlah kot kita ini dengan bendera dan spanduk,” jelas Budi.
Budi juga mengakui pihaknya mendampingi Bawaslu dan Satpol PP dalam menertibkan APK pada Senin pekan lalu. Termasuk mengangkat bendera dan spanduk di rumah simpatisan.
“Berbeda tak tahu lah, tapi kita berpedoman pada PKPU nomor 15/2013, bahwa bendera, spanduk, dan umbul-umbul diperbolehkan di rumah caleg, di kantor partai, dan di lokasi acara partai,” paparnya.(acn)
sumber : http://www.seriau.com/2014/01/spanduk-dan-bendera-partai-hanura-diangkat-satpol-pppemilik-rumah-akan-gugat-bawaslu-dan-satpol-pp/
Harus Ada Izin Pemasangan Atribut Parpol
[Metropolitan]
2.665 Atribut Ditertibkan
Harus Ada Izin Pemasangan Atribut Parpol
Jakarta, Pelita
Petugas satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Timur (Jaktim) terpaksa mencopot sejumlah spanduk dan poster para caleg dan partai yang dipasang disembarang tempat. Akibat maraknya perang spanduk partai dan caleg membuat wilayah Jaktim jadi semberawut dan terkesan jorok.
Namun aksi pencopotan alat promosi itu menuai protes dari parpol peserta Pemilu 2009. Akhirnya dicapai kesepakatan untuk pemasangan atribut parpol harus mendapat izin dari Satpol PP Jaktim.
Dalam kesepakatan itu, setiap parpol yang akan memasang bendera ditiang listrik tidak boleh melebihi tinggi tiang listrik. Dalam satu pohon hanya boleh ada satu bendera yang pemasangannya tidak boleh menggunakan paku.
Sebelumnya, Satpol PP Jaktim sempat menertibkan 2.665 atribut parpol beberapa waktu lalu karena pemasangannya melanggar aturan. Dalam Undang-udang (UU) No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu dan Peraturan KPU No 19 Tahun 2008 tentang tata cara dan pelaksanaan kampanye.
Di dalamnya aturan penempatan alat peraga dan atribut partai sudah diatur secara jelas. Salah satunya, atribut dan alat peraga dilarang dipasang di jalan protokol, tempat ibadah, rumah sakit, fasilitas umum, lingkungan pendidikan dan gedung pemerintahan.
Tindakan penertiban yang rutin dilakukan Satpol PP Jaktim atas atribut partai yang melanggar malah mendapat protes dari pengurus parpol. Sekarang sudah ada kesepakatan, semua bendera yang dipasang harus ada izin. Juga tidak boleh disembarang tempat, kata Kepala Satpol PP Jaktim Tiangsa Surbakti, kemarin.
Tiangsa mencontohkan, untuk pemasangan bendera di pohon tidak boleh menggunakan paku dan ditiang listrik tidak boleh melebih tinggi tiang itu. Pada dasarnya pemasangan atribut parpol sudah melanggar perda 8 tahun 2007, tentang ketertiban umum. Karena itu pemasangan bendera parpol bisa di tertibkan karena mengganggu ketertiban umum. Tapi kami sudah memanggil semua pengurus parpol dengan membentuk kesepakatan tersebut, ujarnya.
Kendati sudah ada kesepakatan, kenyataannya masih ada parpol yang tidak menggubris isi kesepakatan. Sejumlah titik masih terdapat ratusan bendera berbagai ukuran berkibar tanpa aturan.
Pemandangan ini banyak ditemui di sepanjang Jalan I Gusti Ngurah Rai, Jalan Raden Inten, Jalan Kolonel Sugiono, Jalan Letjen Soetoyo, Jalan MT haryono, Jalan Matraman Raya, Jalan DI Panjaitan, Jalan Cipayung, Jalan Bina Marga dan lainnya.
Tanpa mengindahkan aturan yang ada, bendera dipasang di pohon, rumah, tower listrik, gedung, tiang lampu jalan, bahkan di atas papan reklame. Pemasangan bendera itu kebanyakan dilakukan oleh simpatisan partai, bahkan ada juga orang-orang bayaran.
Namun ada juga warga yang kecewa dengan kesemrawutan pemasangan bendera partai yang tidak etis. Seperti di samping masjid, gereja dan sekolah.(cr-7)
sumber : http://www.pelita.or.id/baca.php?id=63783
2.665 Atribut Ditertibkan
Harus Ada Izin Pemasangan Atribut Parpol
Jakarta, Pelita
Petugas satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Timur (Jaktim) terpaksa mencopot sejumlah spanduk dan poster para caleg dan partai yang dipasang disembarang tempat. Akibat maraknya perang spanduk partai dan caleg membuat wilayah Jaktim jadi semberawut dan terkesan jorok.
Namun aksi pencopotan alat promosi itu menuai protes dari parpol peserta Pemilu 2009. Akhirnya dicapai kesepakatan untuk pemasangan atribut parpol harus mendapat izin dari Satpol PP Jaktim.
Dalam kesepakatan itu, setiap parpol yang akan memasang bendera ditiang listrik tidak boleh melebihi tinggi tiang listrik. Dalam satu pohon hanya boleh ada satu bendera yang pemasangannya tidak boleh menggunakan paku.
Sebelumnya, Satpol PP Jaktim sempat menertibkan 2.665 atribut parpol beberapa waktu lalu karena pemasangannya melanggar aturan. Dalam Undang-udang (UU) No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu dan Peraturan KPU No 19 Tahun 2008 tentang tata cara dan pelaksanaan kampanye.
Di dalamnya aturan penempatan alat peraga dan atribut partai sudah diatur secara jelas. Salah satunya, atribut dan alat peraga dilarang dipasang di jalan protokol, tempat ibadah, rumah sakit, fasilitas umum, lingkungan pendidikan dan gedung pemerintahan.
Tindakan penertiban yang rutin dilakukan Satpol PP Jaktim atas atribut partai yang melanggar malah mendapat protes dari pengurus parpol. Sekarang sudah ada kesepakatan, semua bendera yang dipasang harus ada izin. Juga tidak boleh disembarang tempat, kata Kepala Satpol PP Jaktim Tiangsa Surbakti, kemarin.
Tiangsa mencontohkan, untuk pemasangan bendera di pohon tidak boleh menggunakan paku dan ditiang listrik tidak boleh melebih tinggi tiang itu. Pada dasarnya pemasangan atribut parpol sudah melanggar perda 8 tahun 2007, tentang ketertiban umum. Karena itu pemasangan bendera parpol bisa di tertibkan karena mengganggu ketertiban umum. Tapi kami sudah memanggil semua pengurus parpol dengan membentuk kesepakatan tersebut, ujarnya.
Kendati sudah ada kesepakatan, kenyataannya masih ada parpol yang tidak menggubris isi kesepakatan. Sejumlah titik masih terdapat ratusan bendera berbagai ukuran berkibar tanpa aturan.
Pemandangan ini banyak ditemui di sepanjang Jalan I Gusti Ngurah Rai, Jalan Raden Inten, Jalan Kolonel Sugiono, Jalan Letjen Soetoyo, Jalan MT haryono, Jalan Matraman Raya, Jalan DI Panjaitan, Jalan Cipayung, Jalan Bina Marga dan lainnya.
Tanpa mengindahkan aturan yang ada, bendera dipasang di pohon, rumah, tower listrik, gedung, tiang lampu jalan, bahkan di atas papan reklame. Pemasangan bendera itu kebanyakan dilakukan oleh simpatisan partai, bahkan ada juga orang-orang bayaran.
Namun ada juga warga yang kecewa dengan kesemrawutan pemasangan bendera partai yang tidak etis. Seperti di samping masjid, gereja dan sekolah.(cr-7)
sumber : http://www.pelita.or.id/baca.php?id=63783
Kampanye Minus Etika
Suara bising keluar dari konvoi sepeda motor sebuah partai politik yang sedang berkampanye. Para pengendara motor seolah memang sengaja meraung-raungkan suara sepeda motornya. Banyak diantara mereka yang tidak menggunakan helm. Hal itu tentunya melanggar peraturan lalu lintas tetapi polisi yang mengawalnya pun seolah tidak peduli.
Sambil berdiri dan menari-nari, penumpang yang membawa bendera partai mengibar-ngibarkannya, tidak peduli bahwa hal itu bisa membahayakan dirinya sendiri dan orang lain. Seolah jalanan milik mereka sendiri, tidak peduli hak pengguna jalan lain. Belum lagi suara keras yang keluar dari sound systemmemekakan telinga yang mendengarnya.
Kampanye memacetkan jalan? Itu hampir pasti selalu terjadi. Kemacetan yang sudah parah bertambah parah karena banyaknya kerumunan massa yang berkampanye. Para pengguna jalan harus ekstra hati-hati jika berpapasan dengan massa yang berkampanye dan harus mengalah membiarkan mereka untuk lewat lebih dulu.
Masa kampanye adalah salah satu tahapan pemilu. Melalui kampanye, parpol peserta pemilu diharapkan menyampaikan visi dan misinya kepada masyarakat sehingga mampu menarik simpati calon pemilih untuk memilihnya. Jauh-jauh hari sebelum masa kampanye, para caleg sudah mensosialisasikan dirinya melalui baligo, spanduk, poster, sticker, dan media lainnya kepada masyarakat. Pohon, jalan, jembatan, tiang listik, tembok bangunan menjadi tempat bagi mereka untuk memperkenalkan diri. Dan pada masa kampanye, jalan yang sudah semrawut, semakin semrawut alias tidak enak dipandang karena banyak alat peraga kampanye (APK) yang dipasang sembarangan dan tanpa izin.
Berkaitan dengan pemasangan APK, ada hal yang cukup menarik. Para tim sukses caleg biasanya memasang APK pada malam hari. Entah apa alasan utamanya. Mungkin supaya lebih adem kalau malam hari, supaya tidak ketahuan oleh tim sukses caleg lain, supaya tidak dilihat oleh masyarakat umum, atau tidak ketahuan bahwa mereka-lah yang merusak dan memaku pohon-pohon di pinggir jalan. Mungkin mereka masih memiliki rasa malu bahwa sebenarnya memaku pohon itu merusak lingkungan tapi karena kepentingan kampanye, mereka pun mengabaikannya. Satu pohon bisa dipasangi foto beberapa caleg sehingga pohon-pohon tersebut banyak “penunggunya”.
Kegiatan kampanye yang seharusnya menaati aturan yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada kenyataannya banyak yang dilanggar. Bentuk pelanggaran yang dimaksud antara lain, memasang APK bukan pada tempat yang seharusnya seperti di sekolah, tempat ibadah, rumah sakit, menyertakan anak-anak pada saat kampanye, politik uang (money politic), mobilisasi PNS, menggunakan fasilitas negara untuk kegiatan kampanye, pejabat negara yang kampanye di luar waktu cuti kampanye, dan sebagainya. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) seolah tidak berdaya menangani berbagai pelanggaran kampanye tersebut.
Selain banyak melanggar peraturan KPU, peserta kampanye juga banyak melanggar etika. Antara lain, merusak pohon, memasang alat peraga kampanye di sembarang tempat, meninggalkan sampah setelah kampanye, membuat kegaduhan, mengganggu kenyamanan pengguna jalan, dan sebagainya. Bagaimana kita bisa berharap partai-partai ini bisa menepati janjinya sementara mereka sendiri banyak melanggar aturan dan etika.
Persaingan yang sengit antarparpol dan antarcapres menyebabkan kegiatan kampanye yang seharusnya diisi dengan pemaparan visi dan misi, berubah menjadi ajang propaganda keberhasilan partainya dan ajang untuk membunuh karakter, saling menjatuhkan, saling sindir antarlawan politik, dan saling menyalahkan sehingga masyarakat yang tadinya mengharapkan sebuah kampanye yang cerdas dan berbobot pada kenyatannya tak ubahnya seperti mendengarkan program infotainment yang dihiasi gosip murahan.
Untuk menarik massa dan menambah meriah, parpol peserta kampanye menghadirkan juru kampanye (jurkam) handal seperti ketua parpol, capres, atau artis-artis yang kebetulan menjadi caleg parpol tersebut. Selain itu, kegiatan kampanye diisi dengan acara hiburan yang didominasi musik dangdut yang memamerkan erotisme dan fornoaksi dimana hal tersebut juga ditonton oleh anak-anak. Massa yang menghadiri kampanye banyak yang tidak peduli atau tidak paham terhadap visi, misi, dan janji-janji kampanye yang disampaikan oleh jurkam tetapi hanya ikut-ikutan dan lebih tertarik dengan hiburan gratis yang disajikan.
Model kampanye yang dilakukan parpol dari pemilu ke pemilu memang tidak banyak berubah. Sebuah kampanye dikatakan berhasil jika banyak massa yang datang ke lokasi kampanye sehingga mereka melakukan berbagai upaya untuk mengerahkan massa. Kita mengharapkan kampanye yang kreatif, menarik, simpatik, dan santun. Model kampanye seperti itu selain mampu meyakinkan massa yang sudah jadi konstituennya, juga mampu menarik simpati pemilih-pemilih rasional dan pemilih mengambang (swing voter)sehingga mereka mantap menyalurkan pilihannya pada hari-H pemilu.
Penulis, Pemerhati Masalah Sosial, Praktisi Pendidikan.
sumber : http://politik.kompasiana.com/2014/03/30/kampanye-minus-etika-643104.html
Sambil berdiri dan menari-nari, penumpang yang membawa bendera partai mengibar-ngibarkannya, tidak peduli bahwa hal itu bisa membahayakan dirinya sendiri dan orang lain. Seolah jalanan milik mereka sendiri, tidak peduli hak pengguna jalan lain. Belum lagi suara keras yang keluar dari sound systemmemekakan telinga yang mendengarnya.
Kampanye memacetkan jalan? Itu hampir pasti selalu terjadi. Kemacetan yang sudah parah bertambah parah karena banyaknya kerumunan massa yang berkampanye. Para pengguna jalan harus ekstra hati-hati jika berpapasan dengan massa yang berkampanye dan harus mengalah membiarkan mereka untuk lewat lebih dulu.
Masa kampanye adalah salah satu tahapan pemilu. Melalui kampanye, parpol peserta pemilu diharapkan menyampaikan visi dan misinya kepada masyarakat sehingga mampu menarik simpati calon pemilih untuk memilihnya. Jauh-jauh hari sebelum masa kampanye, para caleg sudah mensosialisasikan dirinya melalui baligo, spanduk, poster, sticker, dan media lainnya kepada masyarakat. Pohon, jalan, jembatan, tiang listik, tembok bangunan menjadi tempat bagi mereka untuk memperkenalkan diri. Dan pada masa kampanye, jalan yang sudah semrawut, semakin semrawut alias tidak enak dipandang karena banyak alat peraga kampanye (APK) yang dipasang sembarangan dan tanpa izin.
Berkaitan dengan pemasangan APK, ada hal yang cukup menarik. Para tim sukses caleg biasanya memasang APK pada malam hari. Entah apa alasan utamanya. Mungkin supaya lebih adem kalau malam hari, supaya tidak ketahuan oleh tim sukses caleg lain, supaya tidak dilihat oleh masyarakat umum, atau tidak ketahuan bahwa mereka-lah yang merusak dan memaku pohon-pohon di pinggir jalan. Mungkin mereka masih memiliki rasa malu bahwa sebenarnya memaku pohon itu merusak lingkungan tapi karena kepentingan kampanye, mereka pun mengabaikannya. Satu pohon bisa dipasangi foto beberapa caleg sehingga pohon-pohon tersebut banyak “penunggunya”.
Kegiatan kampanye yang seharusnya menaati aturan yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada kenyataannya banyak yang dilanggar. Bentuk pelanggaran yang dimaksud antara lain, memasang APK bukan pada tempat yang seharusnya seperti di sekolah, tempat ibadah, rumah sakit, menyertakan anak-anak pada saat kampanye, politik uang (money politic), mobilisasi PNS, menggunakan fasilitas negara untuk kegiatan kampanye, pejabat negara yang kampanye di luar waktu cuti kampanye, dan sebagainya. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) seolah tidak berdaya menangani berbagai pelanggaran kampanye tersebut.
Selain banyak melanggar peraturan KPU, peserta kampanye juga banyak melanggar etika. Antara lain, merusak pohon, memasang alat peraga kampanye di sembarang tempat, meninggalkan sampah setelah kampanye, membuat kegaduhan, mengganggu kenyamanan pengguna jalan, dan sebagainya. Bagaimana kita bisa berharap partai-partai ini bisa menepati janjinya sementara mereka sendiri banyak melanggar aturan dan etika.
Persaingan yang sengit antarparpol dan antarcapres menyebabkan kegiatan kampanye yang seharusnya diisi dengan pemaparan visi dan misi, berubah menjadi ajang propaganda keberhasilan partainya dan ajang untuk membunuh karakter, saling menjatuhkan, saling sindir antarlawan politik, dan saling menyalahkan sehingga masyarakat yang tadinya mengharapkan sebuah kampanye yang cerdas dan berbobot pada kenyatannya tak ubahnya seperti mendengarkan program infotainment yang dihiasi gosip murahan.
Untuk menarik massa dan menambah meriah, parpol peserta kampanye menghadirkan juru kampanye (jurkam) handal seperti ketua parpol, capres, atau artis-artis yang kebetulan menjadi caleg parpol tersebut. Selain itu, kegiatan kampanye diisi dengan acara hiburan yang didominasi musik dangdut yang memamerkan erotisme dan fornoaksi dimana hal tersebut juga ditonton oleh anak-anak. Massa yang menghadiri kampanye banyak yang tidak peduli atau tidak paham terhadap visi, misi, dan janji-janji kampanye yang disampaikan oleh jurkam tetapi hanya ikut-ikutan dan lebih tertarik dengan hiburan gratis yang disajikan.
Model kampanye yang dilakukan parpol dari pemilu ke pemilu memang tidak banyak berubah. Sebuah kampanye dikatakan berhasil jika banyak massa yang datang ke lokasi kampanye sehingga mereka melakukan berbagai upaya untuk mengerahkan massa. Kita mengharapkan kampanye yang kreatif, menarik, simpatik, dan santun. Model kampanye seperti itu selain mampu meyakinkan massa yang sudah jadi konstituennya, juga mampu menarik simpati pemilih-pemilih rasional dan pemilih mengambang (swing voter)sehingga mereka mantap menyalurkan pilihannya pada hari-H pemilu.
Penulis, Pemerhati Masalah Sosial, Praktisi Pendidikan.
sumber : http://politik.kompasiana.com/2014/03/30/kampanye-minus-etika-643104.html
Pendapat anda mengenai beberapa contoh kasus etika